Wanita Pertama Yang Masuk Surga

Siapa wanita pertama yang masuk surga?" Fatimah Az-Zahra, putri
Rasulullah, bertanya begitu kepada ayahandanya. "Mutiah," jawab
Rasulullah.
Siapa Mutiah itu? Apa yang dilakukannya sampai ia mendapat kemuliaan
yang begitu tinggi hingga menjadi wanita pertama yang masuk surga?
Fatimah sangat ingin tahu. Ia akan mengunjungi wanita bernama Mutiah
itu.
Fatimah meminta izin kepada suaminya, Ali bin Abi Thalib. Ketika ia akan
berangkat, anak sulungnya yang masih kecil merengek minta ikut. Anak itu
bernama Al Hasan. Fatimah pun mengajak serta Al Hasan.
Tiba di depan rumah Mutiah, Fatimah bersalam.
"Assalamu alaikum!"
"Alaikumussalam!" sahut Mutiah dari dalam rumahnya.
"Siapa di luar?"
"Fatimah, putri Rasulullah."
"Alhamdulillah, betapa bahagia aku hari ini menerima kunjungan putri
mulia! Apa Anda sendirian, Fatimah?"
"Aku ditemani anakku Al Hasan."
"Aduh, maaf Fatimah. Saya belum mendapat izin dari suami saya untuk
menerima tamu laki-laki."
"Tetapi Al Hasan masih kecil."
"Biarpun masih kecil, Al Hasan itu laki-laki. Datanglah besok. Saya akan
meminta izin suami saya untuk menerima tamu laki-laki."
Fatimah heran bukan main. Ia segera berpamitan dan pulang.
Keesokan harinya, Fatimah datang lagi. Selain Al Hasan, Al Husain juga
ikut. Al Husain adalah anak kedua Fatimah.
Seperti kemarin, Fatimah bersalam di depan pintu rumah Mutiah.
"Apa Anda bersama Al Hasan, Fatimah?" tanya Mutiah dari dalam rumahnya.
"Ya. Al Husain juga ikut."
"Oh, maaf Fatimah. Saya hanya mendapat izin untuk menerima tamu Al
Hasan. Saya belum meminta izin untuk menerima Al Husain. Kemarin Anda
tidak bilang akan datang bersama Al Husain."
Fatimah pulang tanpa bisa memasuki rumah Mutiah. Baru keesokan harinya
dia bisa memasuki rumah itu bersama Al Hasan dan Al Husain.
Rumah itu sangat sederhana, namun bersih dan nyaman sekali, membuat
orang betah tinggal di dalamnya. Al Hasan dan Al Husain yang biasanya
tidak suka berada di rumah orang pun menjadi betah di sana.
"Maaf, saya tidak bisa menemani Anda, Fatimah. Saya harus menyiapkan
makanan untuk suami saya," kata Mutiah.

Mutiah terus sibuk di dapur untuk memasak. Ketika masakan itu sudah
siap, ia menaruhnya di atas baki. Menaruh sebatang cambuk pula di baki
itu.
"Saya akan mengantar makanan kepada suami saya yang sedang bekerja,"
kata Mutiah. "Maaf, saya tidak bisa menemani Anda."
Fatimah melihat cambuk di atas baki itu. Seperti cambuk gembala kambing.
"Apa suamimu seorang gembala?" tanya Fatimah.
"Bukan. Suami saya petani."
"Mengapa kau membawa cambuk kepadanya?"
"Cambuk ini akan saya berikan kepada suami saya. Selagi dia makan, saya
akan bertanya apa makanan itu cocok bagi seleranya. Kalau dia bilang
tidak, saya minta dia mencambuk punggung saya. Itu sebagai hukuman bagi
istri yang tidak bisa menyenangkan hati suaminya."
"Apa suamimu orang kejam yang suka menyiksa istri?"
"Bukan, sama sekali bukan. Suami saya sangat lembut dan pengasih.
Sayalah yang meminta dia mencambuk punggung saya kalau makanan ini tidak
cocok dengan seleranya. Itu saya lakukan agar saya tidak menjadi istri
yang durhaka kepada suami."
Fatimah kagum bukan main kepada Mutiah. Inilah istri yang sangat
berbakti kepada suaminya. Pantaslah kalau dia mendapat kehormatan untuk
memasuki surga yang pertama kali.
Bookmark and Share
Copyright © 2009 - Ponpes Nurul Fajar. All rights reserved. Powered by Blogger. Design and modified by Cyberlink Network - Otoy Silahoy