Infotainment yang Diharamkan


Redaksi Ansor Online
Fatwa “haram” infotainment yang yang dikeluarkan oleh PBNU, mendapat tanggapan yang berbeda dari berbagai pihak.  Sebagian mendukung dan sebagian lagi menolak bahkan menyayangkan sikap PBNU tersebut.
PBNU tentu tidak bermaksud ingin membuat ramai di ranah publik, apalagi “menyakiti” pihak-pihak tertentu . Sikap moral PBNU lebih didasari oleh nilai-nilai sosial dan keagamaan yang lebih universal. Berkali-kali ketua umum PBNU mengatakan di berbagai media bahwa infotainment ghibah haram, kalau tidak ghibah tentu tidak masuk dalam kategori ini.
PBNU lebih mengkritisi isi dan kontens infotainment itu sendiri. Selama ini dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan masyarakat, bahkan oleh berbagai kalangan menilai telah merusak mental dan moral bangsa.
Pihak infotainment dalam mendapatkan dan mempublikasikan berita kurang memperhatikan kode etik sebagaimana layaknya jurnalis murni. Sebagian artis dan keluarganya seringkali mengeluh soal informasi yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi, informasi yang terkadang ditambah atau dikurangi sekadar untuk membuat sensasi. Saat yang sama juga telah memberikan informasi yang menyesatkan di tengah publik. Pantas saja, jika Aliansi Jurnalis Independen (AJI) tidak menganggap pekerja di infotainment sebagai bagian dari jurnalis, tetapi pekerja di perusahaan hiburan.
Pihak infotainment sering bermain api dalam menurunkan berita, seakan tidak perduli apa dan bagaimana dampak yang ditimbulkan. Lebih suka berita yang menghebohkan, meski masuk wilayah privasi, membongkar aib seseorang maupun keluarganya, lebih banyak bicara gosip dan adu domba, kawin cerai, perselingkuhan, KDRT, pamer materialisme dan kehidupan glamor selebritis. Sebagian lagi isinya sudah mengarah pada fitnah dan ghibah (mengumbar aib seseorang) yang tidak hanya kurang mendidik, tetapi sudah bertentangan ajaran agama Islam khususnya.
Padahal ghibah itu sendiri merupakan perbuatan yang sangat tercela, yang mengandung banyak bahaya dan kerugian baik secara pribadi maupun bagi kehidupan sosial masyarakat. Begitu kejamnya ghibah, sehingga dalam ajaran Islam disamakan seperti memakan daging saudaranya yang sudah mati (Q.S. Al-Hujurat/49 : 12). Diperkuat lagi dengan Hadis Rasulullah: “Setiap harta, kehormatan, dan darah seorang muslim adalah haram atas muslim lainnya. Cukup buruklah seseorang yang merendahkan saudaranya sesama muslim.” (diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah).
Mengungkap kebenaran ternyata memang tidak selalu mulus. PBNU paham betul pada statement yang diungkapkannya akan mendapat tanggapan yang beragam. Meskipun sikap moral tersebut termasuk dapat merugikan pihak-pihak tertentu, khususnya mereka yang selama ini menjadikan infotainment sebagai salah satu bisnis informasi yang menggiurkan.
Pihak yang dirugikan boleh saja dan sah-saja membuat manuver yang berbeda, dan tetap pada kebenaran yang diyakininya. Tetapi, jangan juga menyalahkan PBNU. Sebagai ormas Islam, PBNU tentu harus juga melaksanakan peran fitalnya sebagai penjaga moral bangsa. Memperjuangkan nilai-nilai moral yang selama ini menjadi harapan publik.
PBNU tidak akan memaksa untuk menghentikan tayangan yang dianggapnya tifak benar, karena itu wewenang negara untuk melakukannya, termasuk keihlasan pihak tertentu untuk mengikutinya. Kewajiban PBNU hanya menyampaikan kebenaran.
Di sinilah PBNU menempatkan diri, menjadi benteng moral bangsa, memperjuangkan informasi yang layak bagi masyarakat. Sebagai Kontrol sosial atas masalah yang muncul di tengah masyarakat. Mengingatkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam infotainment melakukan introspeksi. Bahwa selama ini sadar atau tidak telah melakukan perbuatan yang kurang sesuai dengan ajaran agama.
Membangun informasi yang lebih baik di masa depan, PBNU sangat mengharapkan keterlibatan semua pihak untuk terus mengontrol setiap informasi yang tidak membangun, apalagi dapat merusak moral masyarakat. Agar informasi yang disajikan ke publik dapat lebih mendidik dan menjadi enlightment (pencerahan) bagi pembangunan karakter.
Tidak ada pilihan lain bagi pihak infotainment, jika masih ingin menganggap dirinya sebagai bagian dari jurnalis, bukan semata-mata pekerja hiburan dan bisa diterima baik di tengah masyarakat. Maka harus membenahi diri, lebih optimal mengejar ketertinggalan dari para jurnalis non-”infotainment yang sedikit lebih baik.  Meningkatkan SDM yang lebih berkualitas agar dapat melahirkan informasi yang lebih mendidik.
Bookmark and Share
Copyright © 2009 - Ponpes Nurul Fajar. All rights reserved. Powered by Blogger. Design and modified by Cyberlink Network - Otoy Silahoy